Kamis, 06 November 2008

Ajari Aku Cinta

Engkau menciptakan perasaan itu di sini

Aku terbawa naluri untuk memilikinya,

Namun sepertinya Kau ingin menjelaskan sesuatu yang lain

Aku selalu tersungkur saat mencapai klimaks cerita-Mu

Di sana pula Engkau membuka tabir rahasia-Mu

(Aku hitung umurku dengan jari)

Satu, dua, tiga, sepuluh,

Ya Tuhan,

Aku masih 18 tahun !

Berarti aku adalah ketiadaan 19 tahun lalu

Ha.. (tertawa pada diriku sendiri), bodohnya

Bahkan aku belum tahu -belum layak tahu- apa itu cinta ?

Aku mengalah pada-Mu wahai Tuhan,

Karena Engkau yang menciptakan cinta, diriku, dan dirinya,

Sebelum cinta itu sendiri ada

Tentunya Engkau lebih tahu (rendah diriku timbul)

Tuhan,

Ajari aku cinta

Dari Balik Tabir Dunia Fana

Dari balik tabir dunia fana

Wahai ‘Aisyah, aku berbincang

Keindahan wajahmu masih terjaga

Tenang saja

Aku tahu jika engkau juga seperti wanita shaliha dunia, berbicara di balik tabirmu

Di sini aku ingin merangkai kata-kata harapan

Sebagai pendulum cinta yang diridhai

‘Aisyah !

Tahukan engkau apa yang aku gumamkan?

Rindu…

Ikatan suci belum lagi tersimpul

Namun rindu terkumpul

‘Aisyah !

Dalam langkahku

Malamku

Engkau mutiara merah berhiaskan sutra mawar itu

Seseorang yang kudambakan mengisi hatiku dengan cinta !

Surat Cinta

‘Aisyah !

Sudah banyak terkumpul surat cintaku

Untukmu

Tapi tak sempat aku kirimkan

Rinduku sudah membanjir di sungai sepi

Senyummu bagai mutiaranya

Aku ingin selalu menjaga kesuciannya

Tapi apakah aku harus mencongkel mata ?

Sajak Temanku

Aku punya teman, kala malam

Membuat semua tampak sepi

Aku punya teman

Di kelam tak berarti

Aku punya teman :

Kertas

Pensil

Lilin

Dan tulisan ini

Aku Ingin Ungkap Rasa

Aku dan dirimu

Hanya sebuah sandiwara

Mengalun

Dan bercinta

Hanya sebuah cerita Sang Pencipta

Dalam cermin

Kulihat diriku

Alangkah kelam

Semeraut hatiku

Terluka

Menghiba

Dalam kesunyian

Ku masih ingin bercerita

Tentang sebuah kekaguman yang kurasa

Tapi bukan di sini

Di dalam hati

Yang terbuka seluas lautan

Namun seperti cahaya yang bebasnya

Aku tak bisa

Hingga Engkau Datang Memberi Arti

Ku menyapu bekas reruntuhan langit malam dari kepalaku

Ku menyeka bekas tangisan-tangisanku

Biarkan malam merangkak sela pangkuanku

Ku tak ambil peduli

Aku benci !

Peri-peri mimpi akan ku usir

Mereka hanya beri hayalan panjang

Aku ingin milikimu

Walau kau hanya debu

Malam ini tak berarti apa-apa tanpamu

Malam ini tanpamu hanya tinggal kelam

Membosan hingga pagi

Sepi-sepi akan ku pukul dengan sebuah nyanyi hati

Yang dalam diriku bercampur nada resah

Aku menunggumu malam ini

Malam ini tetap akan menjadi musuhku

Hingga engkau, wahai Cinta

Datang memberi arti

Dinding Hatiku Retak-retak

Dinding hatiku retak-retak

Sebuah cermin tempat cintaku ku pajang

Hilang diambil putus asa-ku

Dinding hatiku retak-retak

Tak berontak

Kamu hilang perlahan

Dimakan waktu

Dinding hatiku retak-retak

Tak berontak

Kau hilang saja begitu

Tanpa bilang-bilang pada aku

Dinding hatiku retak-retak

Tak berontak

Tak ada yang mau perbaiki perasaanku

Kesal

Tangisan-tangisan itu terbungkus dengan cahaya lilin

Sebuah kesadaran akan keberadaan diri membuat yang lain terlupa

Resah yang mencabik rongga dada

Akan kumuntahkan !!!

Pengkhianat kau, Cinta !!!

Dalam aku berduka

Palingkan wajah Sang Putri

Biar ku tampar dia !!!

Aku cahaya mungil dalam selimut gelap

Aku Sang Duka terluka

Aku menginginkanmu

Aku tak bisa

Aku

Kesal !!!

Keanggunan

Ingin

Memiliki

Menikmati

Menyayangi

Jangan dikau

Kalbu

Cemburu

Dengan terlalu

Semangat Menantimu

Semangatku tetap menantimu

Walau aku tau

Sang Mentari tak akan ada

Kala malam menghiba

Biarkan bunga gugur dibelai Sang Angin

Sampah layu bekas keindahan

Menampakkan dirinya

Tak berarti

Bisikan

Biarkan Tuhan membimbingmu dengan tangan kanan-Nya­

Ia Sang Maha Pengasih

Membawamu jauh dari keributan dunia

Berkhalwat ke taman-taman keindahan-Nya

Tuhan berbisik kepadaku

Engkau mau kujadikan orang-orang pilihan?

Aku terdiam

Berpikir sejenak tentang diriku sendiri

Aku yang lusuh dan berdebu dosa ini

Yang lemah dan miskin…

Aku bertanya kepada-Nya

Bisakah Tuhan??

Jika engkau mau memenuhi janji, kata-Nya

ان الفضل بيد الله يؤتيه من يشاء

Tidakkah kau ingat dengan kalam ini?

Apa yang akan Engkau janjikan padaku wahai Tuhan, aku bertanya

Maukah engkau meghadiahkan Istambul untuk agama ini?, Ia menawarkan.

Bagaimana mungkin wahai Tuhan, aku lemah tak sanggup apalagi menerima hal seperti itu.

Aku bisa berbuat apa saja yang Aku kehendaki.

Tidakkah kau percaya?

Aku percaya, janji apa yang aku harus penuhi? aku bertanya.

Tuhan memberikan aku syarat-syarat itu.

Kau harus tetap sujud kepada-Ku, baik dalam keadaan susah maupun senang.

Ingatlah akan perintah-Ku dan jauhi larangan-Ku.

Persiapkanlah dirimu untuk menerimanya.

Aku menerima perjanjian itu.

Namun dalam sekarang aku masih bimbang

Benarkah perkataan itu?

Pak Plesiden !

Pak,

Kami hanya bocah miskin yang tidul di tempat kotol

Masa depan kami pun tidak tau,

Pak,

Haluskah kami jadi pengamen yang membawa klincingan

Beldili di pelempatan jalan

Ke sana kemali membawa kantong plastik yang kami cali di tong sampah

Belnyanyi sambil belhalap ada yang kasih uang leceh

Untuk mengisi pelut yang lapal

Pak,

Bisakah kami sekolah,

Tidak dengan pakaian yang lusuh, bolong di pusal

Untuk masa depan kami

Supaya kami tak lagi belnyanyi di telik siang

Pak,

Kami lewat di depan istanamu

Melihat dali lual pagal

Kami menghayal bisa makan hidangan yang Bapak makan

Dan memakai baju bagus yang Bapak pakai

Pak,

Kami hanya bocah miskin yang tidul di tempat kotol

Pelhatikanlah kami, Pak Plesiden !

Kami belkata dali lual pagal istanamu

Pelhatikanlah kami, Pak Plesiden !

Apa Yang Hendak Aku Katakan

Apa yang hendak aku katakan pada-Mu

Aku lemah tak berdaya

Di tengah kekuasaan-Mu

Miskin

Di tengah ke-MahaKayaan-Mu

Bodoh

Di tengah ke-MahaTahuan-Mu

Buruk

Di tengah ke-MahaIndahan-Mu

Apalah kiranya aku, wahai Tuhan

Hanya makhluk bisu

Cinta Itu

Cinta itu dengan kesabaran

Darah kami tebusannya

Keringat kami keikhlasannya

Air mata kami penghiasnya

Jika engkau tahu, wahai sahabat

Hati ini telah tersayat untuk-Nya

Tak Pantas

Tuhan,

Aku memang tak pantas berharap demikian

Tangisku tak berguna di bawah ‘Arys-Mu

Engkau sandang kemutlakan

Air mataku jadi abu

Harapku hanya debu

Rinduku jauh di ufuk

Engkau sandang kemutlakan

Diri-Mu titik temu

Tuhan,

Aku tak pantas berharap demikian

Kemutlakan-Mu menentukan

Sajak Carolina

Bayangannya jatuh di pangkuanku

Rasaku menggebu

Inikah dia

Yang ku damba

Tatapan saja tidak cukup untuk bersama

Ada sebuah tantangan

Ia jauh pergi ke pulau

Harapan ku tuliskan di pasir pantai ini

Bersama bayangannya menarik diri

Ia jauh pergi ke pulau

Hilang bersama sampan kecil itu

Tinggalkan aku dimakan perasaan

Hati kecilku berharap

Andaikan cinta ini dengan ridha

Ku akan menunggumu hingga kembali

Mencari 'Aisyahku

Aku mencari ‘Aisyahku di antara tubuh-tubuh itu

Di antara tubuh-tubuh yang fana

Mungkin dalam hati seseorang

Pada perasaan

Aku mencari ‘Aisyahku di antara tubuh-tubuh itu

Walaupun tubuh-tubuh tak kekal

Mungkin dalam pikiran seseorang

Pada renungan

Aku mencari ‘Aisyahku di antara tubuh-tubuh itu

Tubuh yang lelah berada dalam dunia

Mungkin dalam impian seseorang

Pada harapan

Aku mencari ‘Aisyahku di antara tubuh-tubuh itu

Hingga aku lupa mencarinya dalam diriku

Jalan Kembali

Ya Allah

Kemana romantisme cinta-Mu yang dulu

Sudahkah hilang karena kebusukanku

Sudahkah hilang karena kegelapanku

Ya Allah

Kemana sayang-Mu yang dulu

Hilangkah disapu waktu?

Aku hanya tubuh debu

Apalah aku?

Ya Allah

Di mana jalan kembali?

Aku tersesat di pojok gelap

Aku tersesat karena cinta

Karena perasaanku terhadapnya

Berapa kali lagi aku harus mencabik perasaanku

Mencabik dadaku

Untuk kembali

Kembali

Ya Allah

Dimanakah rahmat-Mu yang dulu

Yang selalu terlihat di ufuk langit?

Apakah aku telah buta

Hingga tak bisa melihatnya lagi

Ya Allah

Sekarang aku tuli, bisu, dan buta

di persimpangan gelap

Di manakah jalan kembali??

Harapan Untuk Kembali

Engkau kemana ya Allah?

Engkau di mana ya Allah?

Raihlah tanganku

Tanganku yang berlumur dosa

Usaplah kepalaku

Yang penuh dosa

Peluklah tubuhku

Tubuh pendosa

Aku tau

Hangat peluk-Mu

Adalah sebuah harapan

Harapan untuk kembali

Dalam cinta

Dan

Ridha

Engkau kemana ya Allah?

Engkau dimana?

Tinggalkan aku sendiri

Berpakaian dosa

Rahmat-Mu di mana, ya Allah?

Aku butuh

Butuh…

Untuk tubuh yang lusuh ini

Agar kembali

Berpakaian ridha-Mu

Engkau kemana ya Allah?

Genggamlah tanganku

Usaplah kepalaku

Peluk tubuhku

Cium keningku

Agar

Aku

Kembali

Dan tersenyum pada-Mu

Bukan Dunia

Bukan dunia,
Bukan pula dia, dia, dan dia
Tapi Engkau

Kamu
dan istana kita

Surau Lapuk

Surau lapuk

Tempat wajah bersujud

Tempat hamba berlutut

Tempat harapan berpaut

Kayunya lapuk

Jiwa tak dimakan waktu

Masih sahaja berseru

Jundullah

Mereka tak takut mati

Mereka bukan tentara-tentara pengecut

Mereka tentara bayaran

Dibayar dengan surga dan ridha

Mereka tak takut darah,

Mereka tak takut berpisah

Mereka bala tentara Tuhan

Mujahid

Syahid Sang Zaman

Bocah Pemulung

Pak Presiden !

Mau kita kemanakan

Si Pemulung Cilik ini ?

Hatinya seperti bebungaan mekar

Saat memungut recehan terbakar

Kenapa menyepi orang ningrat itu

Karna biasanya mereka ramai di ladang uang

Pak Presiden !

Mau kita kemanakan Si Pemulung Cilik ini ?

Aku terbakar

Melihatnya terbiar

Selasa, 04 November 2008

Wordpress

Hai, udah lama g' posting. ohya, mumpung di sini masih sepi, kamu bisa baca tulisan2 saya di http://edrizal.wordpress.com